Kapuas7.Net, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Jakarta Khusus, Mohamad Haniv, sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi pada 12 Februari 2025. Kasus ini bermula ketika Haniv, yang menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus pada periode 2015-2018, diduga menggunakan kekuasaannya untuk membantu bisnis fashion anaknya.Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Haniv diduga menerima gratifikasi sebesar Rp804 juta. Uang tersebut kemudian digunakan untuk membiayai fashion show yang diadakan oleh anak perempuannya, Feby Paramita.

“Anak tersangka HNV yang memiliki background pendidikan mode bernama FP dan sejak tahun 2015 memiliki usaha fashion brand pakaian pria bernama FH Pour Homme by Feby Haniv,” kata Asep, menjelaskan bisnis anak Haniv.

“Bahwa selama menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus, tersangka HNV diduga telah melakukan perbuatan yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya dengan menggunakan pengaruh dan koneksinya untuk kepentingan dirinya dan usaha anaknya,” jelas Asep.

Pada 5 Desember 2016, Haniv diketahui mengirimkan email kepada Yul Dirga, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3, meminta bantuan untuk mencari sponsor bagi fashion show bisnis pakaian anaknya.

“Jadi anaknya akan melakukan fashion show, yang bersangkutan minta sponsorship melalui YD untuk FH Pour Homme by Feby Haniv yang akan dilaksanakan pada 13 Desember 2016,” kata Asep.

Haniv menargetkan dua atau tiga perusahaan yang memiliki kedekatan dengannya untuk menjadi sponsor acara tersebut. Dalam proposal yang diberikan, anak Haniv membutuhkan dana sebesar Rp150 juta. Haniv juga mencantumkan nomor rekening BRI dan nomor telepon atas nama Feby Paramita.

“Terdapat transfer masuk ke rekening BRI milik Feby Paramita yang diidentifikasi terkait dengan pemberian gratifikasi yang berasal dari Wajib Pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3 sebesar Rp300 juta,” kata Asep.

Selain itu, pada tahun 2016 hingga 2017, Feby menerima transfer masuk sebesar Rp387 juta dari Wajib Pajak Kanwil Jakarta Khusus, serta Rp417 juta dari sumber lain.

“Bahwa seluruh penerimaan fashion show jumlahnya jadi Rp804 juta di mana perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan tidak mendapat keuntungan atas pemberian uang sponsorship kegiatan,” imbuh Asep.

Tak hanya untuk fashion show, Haniv juga diduga menerima uang dalam bentuk valuta asing sebesar Rp6.665.006.000 dan menempatkannya pada deposito BPR sebesar Rp14.088.835.634.

“Sehingga total penerimaan sekurang-kurangnya Rp21.560.840.634,” pungkasnya.

Atas perbuatannya, Haniv melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.